Wednesday, November 4, 2009

Surabaya Hujan Awal Desember, Udara Terkotor Ketiga di Asia

Surabaya - Surya- Awal Desember 2009, diramal menjadi awal musim hujan di Surabaya, dengan curah hujan lebih dari 50 mililiter. Sedangkan di beberapa daerah di Jatim, hujan sudah turun sejak awal Oktober 2009.
Prakirawan kantor Badan Meterologi dan Geofisika (BMG) Juanda Joko Sulistyo saat ditemui di kantornya, Jumat (16/10), menjelaskan, sebenarnya sekarang sudah mulai hujan, tapi tidak merata.

Daerah Lumajang dan sekitar adalah daerah pertama Jatim yang mengalami musim hujan. “Di Lumajang, musim hujan dimulai Oktober dekade pertama hingga ketiga,” ujarnya.

Malang dan sekitar, hujan akan mulai turun deras Desember dekade pertama hingga kedua. Sedangkan Surabaya, mulai dekade pertama Desember atau 1-10 Desember.

Menurut Joko, pada musim pancaroba sekarang ini, pasti akan terjadi perubahan alam yang sangat drastis. Salah satunya adalah tiupan angin kencang. “Karena itu, warga diimbau untuk selalu berhati-hati lantaran bakal sering ada pohon tumbang atau tanah longsor,” tegasnya.

Ditanya tentang cuaca, menurut Joko, Sabtu (17/10) ini angin akan bertiup dari timur dan tenggara kearah barat, dengan suhu berkisar 24-36 derajat celcius. Saat ini, matahari persis di atas Jatim, karenanya udara panas. “Cuaca memang cerah, namun berawan di sana-sini,” tambahnya. Kecepatan angin 5 - 25 km per jam dan kelembaban udara 42 - 90 persen. Selain itu jarak pandang 4 - 10 km.

Udara Kotor
Sementara itu, tingginya polusi udara di Surabaya ternyata bukan isapan jempol. Berdasar laporan penelitian lembaga lingkungan hidup di Asia, kota nomor dua di Indonesia ini menduduki peringkat ketiga sebagai kota berpolusi udara tertinggi di kawasan Asia.
“Posisi pertama diduduki Bangkok, sedangkan kedua Jakarta,” ungkap Kepala BLH Pemprov Jatim Dewi J Putriatni.

Dewi mengaku prihatin melihat hasil survei ini. Meski baru sebatas perkiraaan, namun posisi Surabaya ini kontras dengan prestasi di bidang lingkungan yang diraih Surabaya, yakni Piala Adipura.

“Malah dapat dibilang, setiap tahun Piala Adipura hampir selalu diraih Surabaya. Tapi, ternyata pencemaran udaranya tinggi,” ujarnya ketika dihubungi Surya, Jumat (16/10).

Sebelumnya, Kamis (15/10) problem lingkungan yang ada di Jatim termasuk Surabaya ini dibeber oleh Dewi saat hearing dengan Komisi D DPRD Jatim. Dikatakan, kawasan di Surabaya dengan tingkat polusi udara tinggi adalah kawasan Rungkut, Tanjung Perak, dan Margomulyo.

Untuk itu, Dewi mendesak Departemen Lingkungan Hidup untuk membenahi sistem penilaian dan penjurian Adipura. Karena selama ini, penilaian daerah yang bersaing memperebutkan Piala Adipura hanya didasarkan pada aspek kebersihan, seperti masalah kebersihan kota dan sistem pembuangan sampah. Aspek udara belum disentuh sama sekali. Karena itulah, tahun 2009 ini dari 38 kabupaten/kota di Jatim, 25 wilayah berhasil menyabet Adipura.

Dewi memperkirakan, tidak dimasukkannya aspek udara dalam penilaian karena pertimbangan biaya. Karena untuk menciptakan udara bersih biaya sangat besar. Selain itu, uji kualitas udara juga butuh biaya yang tidak sedikit. Tidak hanya itu saja, Pertamina juga harus menjual bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor yang ramah lingkungan, dan transportasi umum yang dipakai juga harus transportasi massal yang tidak menimbulkan polusi udara. “Mungkin karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan itulah, maka penilaian Adipura hanya berdasar aspek kebersihan saja,” jelasnya.

Selain itu, Dewi juga minta Pemkot Surabaya serius memperhatikan masalah polusi udara di kota metropolis ini yang dia nilai sudah sangat mengganggu kesehatan masyarakat. Kebijakan pembangunan yang diambil, kata Dewi harus diarahkan pada upaya mengurangi polusi, terutama yang berasal dari kendaraan bermotor dan pabrik. Misalnya, dengan memperbanyak taman kota dan memperluas ruang terbuka hijau.

Pakar hukum lingkungan Unair Dr Suparto Wijoyo SH MHum menilai kurang adanya upaya pemkot melindungi warganya dari dampak kerusakan lingkungan, terutama karena pencemaran udara.

Padahal, pencemaran udara yang berdampak meningkatnya suhu udara, sangat berbahaya bagi manusia. “Jika data yang disampaikan BLH Jatim benar, masyarakat setiap hari ibaratnya memakai parfum beracun yang sangat berbahaya akibat pencemaran udara,” tegasnya.

Untuk itu, Suparto minta semua pihak berbenah dan mencari solusi dengan segera memutus sumber terjadinya pencemaran udara, yakni kendaraan bermotor. Karena 70 persen pencemaran udara berasal dari asap kendaraan bermotor, 25 persennya dari industri, dan sisanya nontransportasi dan industri.

“Makanya pengurangan kendaraan dan pembatasan usia kendaraan bermotor saat ini tak dapat ditawar, jika ingin mengurangi pencemaran udara. Selain itu, penggunaan transportasi massal harus mulai dijadikan pilihan,” tegasnya. jos/uji



gila klo gni ceritanya surabaya jd sauna terbesar di Indonesia.

0 comments: